Tato Khusus Bagi Penderita Diabetes


Sebuah tato (tattoos) bukan lagi menjadi bagian dari fesyen atau gaya tetapi akan menjadi bagian dari orang yang mempunyai penyakit diabetes.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Drapers Laboratories telah menemukan sebuah teknologi tato yang memudahkan para penderita penyakit diabetes untuk mengontrol kadar gula di dalam tubuh.
Dengan menggunakan tinta yang disebut Nano-Ink, warna di tato akan berubah warnanya menjadi kuning apabila tingkat kadar gula sudah mendekati batas maksimal.

Teknologi tato ini tentu akan lebih efisien, mengingat orang yang terkena diabetes sudah tidak perlu lagi melakukan pengecekan kadar gula secara rutin dengan alat pengecek kadar gula, cukup sering melihat gambar tato yang ada, kalau sudah berubah warna maka stop makan makanan yang terlalu manis.
Selain itu,di Amerika tato juga digunakan untuk menutupi dari penyakit Kulit. Sebab,di Amerika ada seorang wanita yang seluruh tubuhnya di hiasi dengan tato gara-gara dia mempunyai penyakit kulit. Sebelum ditato,perempuan itu tidak bias keluar rumah dengan pakain yang tertutup lengkap. Karena kulitnya sangat sensitiv dan akan melepuh. Sampai akhirnya dia menemukan cara untuk menghilangkan rasa sakit dari sinar matahari langsung dengan mentato seluruh badannya.

Mengejawantahkan sebuah karya seni. Tak hanya melalui lukisan di atas kanvas, kulit pun dianggap bisa menjadi media untuk mengapresiasikan nilai-nilai seni tersebut.

Tato misalnya. Seni rajah-merajah tubuh ini tak lagi menjadi sesuatu yang tabu. Tak lagi dianggap sebagai simbol premanisasi atas kriminalitas tapi dipersepsi dengan tingkatan yang lebih tinggi. Toh, dalam literatur sejarah pun, tato seringkali diasosiasikan sebagai simbol-simbol peradaban dan budaya sebuah etnis bahkan negara.

Meski sebagian masyarakat masih menganggap tato melanggar norma, tapi tak sedikit orang merapatkan barisan untuk mengangkat tato kepada level yang lebih tinggi yakni seni.
Hal itu bisa dilihat dengan bermunculannya studio-studio tato, termasuk di Bandung, yang konon dari sinilah budaya subkultur ini menggejala.

Seperti Diakui Uli (35) saat ditemui tengah mentato lengan kiri atasnya di Studi tato, One Die, Jl Cihampelas 143. Uli yang saat itu tengah meng-cover up alias menimpa tato lamanya dengan yang baru menyatakan bahwa tato adalah seni.

“Kalau dulu tato dikaitkan dengan premanisme sekarang sudah tidak lagi seperti itu, tato adalah seni melukis di atas kulit,” jelas Uli. Bahkan, sepengetahuan Uli, beberapa sekolah / studio tato sudah membuka jurusan seni tato mentato.

Hal yang sama diakui Nit Not (22). Wanita muda ini mengaku sudah mentato tubuhnya sejak kelas 3 SMA. Saat ini dirinya sudah memiliki enam tato di beberapa bagian tubuh.
“Saya senang dengan gambar-gambarnya, nilai seninya itu loh,” jelas Nit not sambil memperlihatkan bagian punggungnya yang telah dilukis dengan beragam gambar tato.
Dipaparkan Riga (25) pelukis tato One Die Studio Tato, gambar-gambar yang didapatkannya merupakan hasil download dari internet.

“Ada juga yang didesain sendiri,” jelasnya. Untuk pemilihan gambar biasanya tergantung dari keinginan setiap orang yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu.

copyreg by http://bikin.web.id/tag/la-ink-tattoo/

1 komentar:

Unknown mengatakan...

jgn salah menilai tentang tato

Posting Komentar